Izin Ku Menulis

Izin Ku Menulis

Selasa, 23 Februari 2016

Adab Ketika Sakit dan Bentuk Pengubatan yang Sunnah

Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sifat hikmah dan keadilan-Nya menimpakan berbagai ujian dan cobaan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman pada khususnya, dan seluruh makhluk pada umumnya.

Di antara bentuk ujian dan cobaan itu adalah adanya berbagai jenis penyakit di zaman ini, karena kemaksiatan dan kedurhakaan umat terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Ar-Rum: 41)
Islam adalah agama yang sempurna, yang menuntut seorang muslim agar tetap menjaga keimanannya dan status dirinya sebagai hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Seorang muslim akan memandang berbagai penyakit itu sebagai:
1. Ujian dan cobaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Al-Mulk: 2)
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Al-Anbiya`: 35)
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata dalam tafsirnya tentang ayat ini: “Kami menguji kalian, terkadang dengan berbagai musibah dan terkadang dengan berbagai kenikmatan. Maka Kami akan melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur (terhadap nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala), siapa yang sabar dan siapa yang putus asa (dari rahmat-Nya). Sebagaimana perkataan Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma: ‘Kami akan menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan, maksudnya yaitu dengan kesempitan dan kelapangan hidup, dengan kesehatan dan sakit, dengan kekayaan dan kemiskinan, dengan halal dan haram, dengan ketaatan dan kemaksiatan, dengan petunjuk dan kesesatan; kemudian Kami akan membalas amalan-amalan kalian’.”
Ujian dan cobaan akan datang silih berganti hingga datangnya kematian.
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?” (Al-Baqarah: 214)
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “(Ujian yang akan datang adalah) berbagai penyakit, sakit, musibah, dan cobaan-cobaan lainnya.”
Bila demikian, maka sikap seorang muslim tatkala menghadapi berbagai ujian dan cobaan adalah senantiasa berusaha sabar, ikhlas, mengharapkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, terus-menerus memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga tidak marah dan murka terhadap taqdir yang menimpa dirinya, tidak pula putus asa dari rahmat-Nya.
2. Penghapus dosa.
Seandainya setiap dosa dan kesalahan yang kita lakukan mesti dibalas tanpa ada maghfirah (ampunan)-Nya ataupun penghapus dosa yang lain, maka siapakah di antara kita yang selamat dari kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala? Sehingga, termasuk hikmah dan keadilan Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa Dia menjadikan berbagai ujian dan cobaan itu sebagai penghapus dosa-dosa kita.
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Hud: 114)
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
مَا يُصِيبُ الْمُسْلمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Tidaklah menimpa seorang muslim kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan dan duka, sampai pun duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan menghapus dengannya dosa-dosanya.” (Muttafaqun alaih)
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata dalam Syarh Riyadhish Shalihin (1/94): “Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampaipun duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menggantikan dengan yang lebih baik (pahala) dan menghapuskan dosa-dosamu dengan sebab itu. Sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya. Ini merupakan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga, bila musibah itu terjadi dan orang yang tertimpa musibah itu:
a. mengingat pahala dan mengharapkannya, maka dia akan mendapatkan dua balasan, yaitu menghapus dosa dan tambahan kebaikan (sabar dan ridha terhadap musibah).
b. lupa (akan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala), maka akan sesaklah dadanya sekaligus menjadikannya lupa terhadap niat mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dari penjelasan ini, ada dua pilihan bagi seseorang yang tertimpa musibah: beruntung dengan mendapatkan penghapus dosa dan tambahan kebaikan, atau merugi, tidak mendapatkan kebaikan bahkan mendapatkan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala karena dia marah dan tidak sabar atas taqdir tersebut.”
3. Kesehatan adalah nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang banyak dilupakan.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيْهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ
Dua kenikmatan yang kebanyakan orang terlupa darinya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari)
Betapa banyak orang yang menyadari keberadaan nikmat kesehatan ini, setelah dia jatuh sakit. Sehingga musibah sakit ini menjadi peringatan yang berharga baginya. Setelah itu dia banyak bersyukur atas nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut. Itulah golongan yang beruntung.
Adab-adab Syar’i ketika Sakit
Di antara bukti kesempurnaan Islam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuntunkan adab-adab yang baik ketika seorang hamba tertimpa sakit. Sehingga, dalam keadaan sakit sekalipun, seorang muslim masih bisa mewujudkan penghambaan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di antara adab-adab tersebut adalah:
1. Sabar dan ridha atas ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta berbaik sangka kepada-Nya.
Dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرٌ لَهُ، وَإِذَا أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرٌ لَهُ
Sungguh menakjubkan urusan orang yang beriman. Sesungguhnya semua urusannya baik baginya, dan sikap ini tidak dimiliki kecuali oleh orang yang mukmin. Apabila kelapangan hidup dia dapatkan, dia bersyukur, maka hal itu kebaikan baginya. Apabila kesempitan hidup menimpanya, dia bersabar, maka hal itu juga baik baginya.” (HR. Muslim)
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللهِ تَعَالَى
Janganlah salah seorang di antara kalian itu mati, kecuali dalam keadaan dia berbaik sangka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)
2. Berobat dengan cara-cara yang sunnah atau mubah dan tidak bertentangan dengan syariat.
Diriwayatkan dari Abud Darda` radhiyallahu ‘anhu secara marfu’:
إِنَّ اللهَ خَلَقَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya. Maka berobatlah kalian, dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram.” (HR. Ad-Daulabi. Asy-Syaikh Al-Albani menyatakan sanad hadits ini hasan. Lihat Ash-Shahihah no. 1633)
Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا أَنْزَلَ اللهُ مِنْ دَاءٍ إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً، عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ
Tidaklah Allah menurunkan satu penyakit pun melainkan Allah turunkan pula obat baginya. Telah mengetahui orang-orang yang tahu, dan orang yang tidak tahu tidak akan mengetahuinya.” (HR. Al-Bukhari. Diriwayatkan juga oleh Al-Imam Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu)
a. Madu dan berbekam
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الشِّفَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ: شُرْبَةِ عَسَلٍ، وَشِرْطَةِ مُحَجِّمٍ، وَكَيَّةِ نَارٍ، وَأَنَا أَنْهَى عَنِ الْكَيِّ –وَفِي رِوَايَةٍ: وَلاَ أُحِبُّ أَنْ أَكْتَوِي
“Obat itu ada pada tiga hal: minum madu, goresan bekam, dan kay1 dengan api, namun aku melarang kay.” (HR. Al-Bukhari) 1 Besi dibakar, lalu ditempelkan pada urat yang sakit.
Dalam riwayat lain: “Aku tidak senang berobat dengan kay.”
b. Al-Habbatus sauda` (jintan hitam)
Dari Usamah bin Syarik radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْحَبَّةُ السَّوْدَاءُ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ إِلاَ السَّامَ
Al-Habbatus Sauda` (jintan hitam) adalah obat untuk segala penyakit, kecuali kematian.” (HR. Ath-Thabarani. Dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu bahwa sanadnya hasan, dan hadits ini punya banyak syawahid/pendukung)
c. Kurma ‘ajwah
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فِي عَجْوَةِ الْعَالِيَةِ أَوَّلُ الْبُكْرَةِ عَلىَ رِيْقِ النَّفَسِ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ سِحْرٍ أَوْ سُمٍّ
Pada kurma ‘ajwah ‘Aliyah yang dimakan pada awal pagi (sebelum makan yang lain) adalah obat bagi semua sihir atau racun.” (HR. Ahmad. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu menyatakan hadits ini sanadnya jayyid (bagus). Lihat Ash-Shahihah no. 2000)
d. Ruqyah
Yaitu membacakan surat atau ayat-ayat Al-Qur’an atau doa-doa yang tidak mengandung kesyirikan, kepada orang yang sakit. Bisa dilakukan sendiri maupun oleh orang lain.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra`: 82)
Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullahu dalam tafsirnya berkata: “Al-Qur`an itu mengandung syifa` (obat) dan rahmat. Namun kandungan tersebut tidak berlaku untuk setiap orang, hanya bagi orang yang beriman dengannya, yang membenarkan ayat-ayat-Nya, dan mengilmuinya. Adapun orang-orang yang zalim, yang tidak membenarkannya atau tidak beramal dengannya, maka Al-Qur`an tidak akan menambahkan kepada mereka kecuali kerugian. Dan dengan Al-Qur`an berarti telah tegak hujjah atas mereka.”
Obat (syifa`) yang terkandung dalam Al-Qur`an bersifat umum. Bagi hati/ jiwa, Al-Qur`an adalah obat dari penyakit syubhat, kejahilan, pemikiran yang rusak, penyimpangan, dan niat yang jelek. Sedangkan bagi jasmani, dia merupakan obat dari berbagai sakit dan penyakit.
Dari Abu Abdillah Utsman bin Abil ‘Ash radhiyallahu ‘anhu:
أَنَّهُ شَكَا إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَعًا يَجِدُ فِي جَسَدِهِ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ضَعْ يَدَكَ عَلىَ الَّذِي يَأْلَمُ مِنْ جَسَدِكَ وَقُلْ: بِسْمِ اللهِ -ثَلَاثًا-؛ وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ: أَعُوذُ بِعِزَّةِ اللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ
Dia mengadukan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang rasa sakit yang ada pada dirinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Letakkanlah tanganmu di atas tempat yang sakit dari tubuhmu, lalu bacalah: بِسْمِ اللهِ (tiga kali), kemudian bacalah tujuh kali:
أَعُوذُ بِعِزَّةِ اللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ
Aku berlindung dengan keperkasaan Allah dan kekuasaan-Nya, dari kejelekan yang aku rasakan dan yang aku khawatirkan’.” (HR. Muslim)
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk sebagian keluarganya (yang sakit) lalu beliau mengusap dengan tangan kanannya sambil membaca:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ، اشْفِ، أَنْتَ الشَّافِي لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاءُكَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
“Ya Allah, Rabb seluruh manusia, hilangkanlah penyakit ini. Sembuhkanlah, Engkau adalah Dzat yang Maha Menyembuhkan. (Maka) tidak ada obat (yang menyembuhkan) kecuali obatmu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (Muttafaqun ‘alaih)
Atau berobat dengan cara-cara yang mubah, misalkan berobat ke dokter atau orang lain yang memiliki keahlian dalam pengobatan seperti ramuan, refleksi, akupunktur, dan sebagainya.
Adapun berobat kepada tukang sihir atau dukun, atau dengan cara-cara perdukunan semacam mantera yang mengandung unsur syirik, atau rajah-rajah yang tidak diketahui maknanya, maka haram hukumnya, dan bisa menyebabkan seseorang keluar (murtad) dari Islam. Dari Mu’awiyah ibnul Hakam radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku berkata:
يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي حَدِيثُ عَهْدٍ بِالْجَاهِلِيَّةِ وَقَدْ جَاءَ اللهُ تَعَالَى بِالْإِسْلاَمِ وَمِنَّا رِجَالًا يَأْتُونَ الْكُهَّانَ. قَالَ: فَلاَ تَأْتِهِمْ
Wahai Rasulullah, aku baru saja meninggalkan masa jahiliah. Dan sungguh Allah telah mendatangkan Islam. Di antara kami ada orang-orang yang mendatangi para dukun.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah engkau mendatangi mereka (para dukun).” (HR. Muslim)
Dari Shafiyyah bintu Abi ‘Ubaid, dari sebagian istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ فَصَدَّقَهُ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ يَوْمًا
Barangsiapa mendatangi peramal, kemudian dia bertanya kepadanya tentang sesuatu lalu dia membenarkannya, maka tidak akan diterima shalatnya selama 40 hari.” (HR. Muslim)
3. Bila sakitnya bertambah parah atau tidak kunjung sembuh, tidak diperbolehkan mengharapkan kematian.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ لِضُرٍّ أَصَابَهُ، فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ فَاعِلًا فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْراً لِي
Janganlah salah seorang kalian mengharapkan kematian karena musibah yang menimpanya. Apabila memang harus melakukannya, maka hendaknya dia berdoa:
اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْراً لِي
‘Ya Allah, hidupkanlah aku bila kehidupan itu adalah kebaikan bagiku dan wafatkanlah aku bila kematian itu adalah kebaikan bagiku’.” (Muttafaqun ‘alaih)

Rabu, 10 Februari 2016

Apa yang kita tidak tahu tentang Melayu?

Jawapannya.. BANYAK yang kita belum tahu tentang asal usul kita. Yang agak mengecewakan saya atas kejahilan ini ialah bahawa mengetahuinya merupakan sesuatu yang amat penting. Saya kongsikan tulisan Saiful Islam (Ust Hasrizal) berkaitan kajian ini:



Ada kalanya, semangat Islam kita menyebabkan kita tidak menghargai apa-apa yang kita tidak dapat kaitkan dengan Islam. Kita tidak berminat dengan sejarah yang bukan sejarah Islam. Malah kita melihat apa-apa yang non Islamik atau pra Islam, tidak mempunyai apa-apa nilai kebenaran, pelajaran, juga tidak menyumbang apa-apa kepada Islam dan Muslim itu sendiri.


Sedangkan Islam yang luhur, menjadikan seorang sejarawan itu menghargai kebenaran, lebih daripada sempadan agama dan keagamaannya.

Keislaman kita (sekurang-kurangnya saya sendiri), menyebabkan bangsa dijadikan antagonis kepada agama.
Melayu?

Apa itu Melayu?

“Ana Muslim, Alhamdulillah” itu sudah memadai.

Tiada apa maknanya Melayu kepada saya, kerana saya akan mati sebagai Muslim, terbaring di kubur sebagai Muslim, berdiri di Mahsyar sebagai Muslim, dan masuk ke Syurga sebagai Muslim. Apa yang tidak berharga di dalam kubur, tidak berharga di luar kubur.

Itu yang saya kata.

Mungkin itu juga yang ramai percaya.

Terutamanya Islamist seperti saya. Sekurang-kurangnya seperti saya pada suatu ketika.
Tambahan pula kebelakangan ini, tiada banyak perkara menarik yang kita rasa boleh kita kaitkan dengan rasa bangga kepada bangsa kita. Soal bangsa dan kemelayuan kita, sentiasa bergelumang dengan gurauan sinis bahawa apabila Melayu dikritik, kita melarikan diri sebagai Jawa. Apabila Melayu menghiasi statistik, kita segera menyalahkan bangsa yang cuai kepada agama.
Bukan tiada kebenaran dalam gurauan itu. Tetapi gurauan yang berlarutan sejak zaman mumayyiz hingga dewasa itu menyebabkan kefahaman kita tentang bangsa, seperti sesuatu yang tiada ilmunya.
49_13
Wahai umat manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu terdiri daripada lelaki dan perempuan, dan Kami telah menjadikan kamu berbagai bangsa dan bersuku puak, supaya kamu berkenal-kenalan. Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah orang yang lebih taqwanya di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Mendalam PengetahuanNya (akan keadaan dan amalan kamu). 
[Al-Hujurāt 49: 13]

Ayat ini selalu menjadi titik saya berhenti, untuk bertadabbur.

Sejauh manakah saya telah memenuhi perintah Allah di dalam ayat ini.
Allah yang menyebabkan kita ini ada yang lelaki ada yang perempuan. Tujuan perbezaan itu adalah untuk membangunkan tamadun insan. Sudahkah saya mengilmukan diri saya agar faham tentang keperempuanan perempuan dan kelelakian lelaki? Sebahagian daripada usaha bertaqwa kepada Allah, akan memerlukan ilmu berkaitan dengan hal ini.
Allah juga yang menyebabkan kita ini berbangsa-bangsa. Tujuan perbezaan antara bangsa itu adalah untuk membangunkan tamadun insan. Sudahkah saya mengilmukan diri saya agar faham tentang kemelayuan Melayu, demikian juga dengan bangsa-bangsa yang lain? Sebahagian daripada usaha bertaqwa kepada Allah, akan memerlukan ilmu berkaitan dengan hal ini.

Sudah lama saya hendak belajar tentang Melayu.

Tetapi setiap kali saya mencari ilmu tentang Melayu, saya terganggu oleh pihak-pihak yang memperjuangkan Melayu. Saya sudah lama pening dengan UMNO tatkala berbicara tentang Melayu. Kini kepeningan itu ditambah lagi oleh wacana-wacana tentang Melayu oleh Perkasa, ISMA dan NGO-NGO yang sinonim dengan tema Melayu. Saya cuba membaca wacana-wacana Profesor Naquib al-Attas. Tetapi saya perlu membacanya di dalam diam kerana di keliling Profesor dan gagasan pemikiran, ada pengawal-pengawal yang meresahkan.
Alhamdulillah, Allah rezekikan kepada saya untuk ternampak poster Seminar Asal Usul Melayu 2014.

Meneliti nama pembentang, topik-topik yang dibentang, penyataan masalah yang mencetus seminar, saya yakin ini adalah seminar yang boleh membantu mengilmukan diri saya tentang Melayu. Saya ingin memahami tentang Melayu secara fisiologi, seterusnya Melayu dan alam Melayu, melayu dan agama orang Melayu, sebelum akhirnya Melayu dalam kerangka geopolitik silam dan semasa.

Seminar kali ini membicarakan tentang asal usul Melayu, berdasarkan disiplin Sains, Sejarah dan Arkeologi. Kekuatan setiap disiplin dalam menyokong kajian masing-masing, adalah sesuatu yang dinanti.
Apabila saya cuba membaca kajian-kajian berkaitan dengan hal ini, saya tidak dapat membezakan antara kajian yang ilmiah, kajian yang bersandar kepada pseudo sains malah kajian yang dusta dan hanya bersifat propaganda. Saya kurang mengenal nama-nama yang sepatutnya dirujuk serta kredibiliti dan ketokohan yang perlu diberi pertimbangan.  Alhamdulillah, seminar ini sangat membantu. Belum pernah saya hadir ke sebuah seminar dalam keadaan yang amat letih, tetapi mata segar dari jam 8 pagi hingga ke 5 petang, selama dua hari berturut-turut.
niksafiah
Program dimulakan dengan ucap utama, yang disampaikan oleh Nik Safiah bt. Hj. Abdul Karim, Karyawan Tamu, Universiti Malaya! Nama yang bersahaja di slaid pembentangan, tetapi gagal menyembunyikan siapa sebenarnya tokoh yang berucap itu; seorang tokoh besar! Profesor Emeritus Dato Dr. Nik Safiah Haji Abdul Karim, menyampaikan ucap utama beliau bertajuk “Kecemerlangan Tamadun Lampau Asas Pembinaan Masa Depan Negara Malaysia”. Ia nama yang sudah saya kenali semenjak di bangku sekolah, tetapi inilah peluang pertama saya mendengar ucapan beliau secara langsung. Profesor memulakan penyampaian beliau dengan serangkap pantun:

Buat bangsal di Pulau Daik, 

Menahan taut sambil mengilau;
Kalau asal benih yang baik,
Jatuh ke laut menjadi pulau.


Selain daripada intipati utama ucapan beliau, pembentangan Profesor Nik Safiah menyedarkan diri saya bahawa membaca teks klasik Melayu bukan lagi menjadi sebahagian daripada tuntutan pembelajaran semasa. Kita sudah tidak lagi membaca karya seperti Sulalatus Salatin yang disusun oleh Tun Seri Lanang. Ia berbeza dengan generasi semasa di Amerika Syarikat dan Britain yang masih membaca karya klasik Shakespeare. Rata-rata, kita membaca bahan bacaan semasa yang tidak menambah perbendaharaan kata, dan terus melupakan banyak perkataan yang diguna pakai sebelum ini. Kekurangan perbendaharaan kata akibat lemahnya proses membaca ini, menyebabkan kita mendapat gambaran yang salah tentang kebolehan bahasa Melayu mengungkapkan ilmu dan pemikiran.
Bermula daripada ahli politik sendiri yang prejudis terhadap bahasa ibundanya, penyakit jati diri ini merebak hingga ke golongan cerdik pandai, sama ada yang berpendidikan luar mahu pun tidak. Lalu lahirkan orang Melayu yang berbahasa Melayu dengan hodoh, bersama bahasa Inggeris yang tidak kurang jeleknya bersama bahasa Arab yang tidak ke mana.

Profesor Nik Safiah membentangkan banyak fakta yang tidak saya ketahui.

Profesor Nik Safiah menegaskan bahawa dalam abad ke-16 dan ke-17 raja-raja Melayu menulis surat kepada semua pihak, termasuk raja-raja dan rakyat negara Barat, dalam bahasa Melayu menggunakan tulisan Jawi. Dua surat diraja yang pertama diketahui adalah surat oleh Sultan Abu Hayat dari Ternate bertarikh 1521M dan surat Sultan Bayan Sirrullah, ayahanda kepada Sultan Abu Hayat. Kedua-dua surat ini ditujukan kepada Raja Portugal dan kini tersimpan di Arkib bandar Lisbon, Portugal. Surat-surat ini ditulis dalam abad ke-16.
Francois Valentijn (1666-1727), seorang pendeta dan ahli sejarah bangsa Belanda telah menulis tentang sejarah Kepulauan Melayu. Tentang kehebatan bahasa Melayu, beliau berkata:

Bahasa mereka, bahasa Melayu, bukan saja dituturkan di daerah pinggir laut, tetapi juga digunakan di seluruh Kepulauan Melayu dan di segala negeri-negeri Timur ,sebagai suatu bahasa yang difahami di mana-mana saja oleh setiap orang, tidak ubah seperti bahasa Perancis atau Latin di Eropah, atau sebagai bahasa lingua franca di Itali dan di Levant. Sungguh luas tersebarnya bahasa Melayu itu sehingga kalau kita memahaminya tidaklah mungkin kita kehilangan jejak, kerana bahasa itu bukan saja dimengerti di Parsi bahkan lebih jauh daripada negeri itu, dan di sebelah timurnya sehingga Kepulauan Filipina.

Prof. Syed Naquib al-Attas telah mengusahakan buku yang terawal menggunakan bahasa Melayu untuk telaah kita. Buku tersebut, iaitu Kitab ’Aqaid Al-Nasafi, dikatakan telah ditulis pada 10 Februari 1590M, dalam bahasa Arab dengan terjemahan ke dalam bahasa Melayu secara harfiah. Kata beliau, “yang luar biasa tentang bahasa Melayu terjemahan yang dihasilkan 400 tahun dahulu ialah gaya bahasanya yang kemas, padat dan lancar, serta cara pengungkapan yang amat jelas.”

Profesor Nik Safiah juga mengemukakan beberapa contoh teks klasik Melayu yang mengungkapkan ilmu seni bina, undang-undang, ketenteraan dan pelbagai disiplin lain. Pembentangan beliau ditutup dengan beberapa persoalan yang penting:

  • Apakah pengguna bahasa Melayu mampu menggunakan bahasa tersebut untuk memperkatakan perkara-perkara terkini, perkara-perkara yang penting dalam abad ke-21?

  • Tahukah mereka, misalnya, membuat ayat-ayat yang sempurna untuk memperkatakan buah fikiran yang kompleks?

  • Sudahkah mereka menguasai istilah dan kosa kata bahasa Melayu moden bagi memperkatakan perkara-perkara baharu, atau mereka perlu lari kepada bahasa Inggeris untuk melafazkan sesuatu?
  • Dapatkah mereka menghayati kelincahan bahasa Melayu kreatif yang tidak dihayati oleh mereka sebelum ini?
Saya kasihan melihat diri sendiri.
Lebih kasihan apabila melihat generasi muda hari ini.
Saya sentiasa berpegang, bahawa kita tidak sepatutnya menilai seseorang semata-mata kerana jantinanya, bangsanya, warna kulitnya, malah agama kepercayaannya. Tetapi saya berpendapat kita memang boleh menilai seseorang pada bahasanya, yakni pada perkataannya, tatabahasanya, ejaannya, cara dia mengungkapkan fikiran dan perasaan, yang kesemua itu mendedahkan kerohanian yang berada di dalam tubuh jasmani yang berdiri.

Bahasa Melayu kita lemah.
Bahasa lain yang kita tuturkan juga lemah.
Kelemahan bahasa, mencerminkan kelemahan pemikiran dan jati diri.
seminarmelayu2014-mix1
Seperkara yang menarik tentang seminar kali ini, setiap pembentang akan mengambil masa sekitar 10 minit untuk menerangkan tentang disiplin kepakaran mereka serta bagaimana mereka bekerja dalam bidang masing-masing. Ia mengajar para hadirin untuk memahami bagaimana KEBENARAN disiasat, dicari dan dibuktikan dengan kaedah yang pelbagai, dengan tujuan yang satu iaitu mengetahui apa yang sebenar.
Demikianlah kegembiraan pertama yang saya rasakan apabila Profesor Emeritus Dato’ Dr. Asmah Haji Omar memulakan pembentangannya. Sebagai pakar bahasa, beliau menerangkan kepada kami kaedah-kaedah yang ahli bahasa gunakan untuk menyelidik asal usul bahasa dan seterusnya bangsa. Kami diperkenalkan dengan kaedah leksikostatistik dan etnolinguistik (bertitik tolak dari nama benda-benda budaya, flora, fauna, berdasarkan perkaitan kognat. Demikian juga dengan kaedah arkeolinguistik yang menggabungkan arkeologi dan linguistik.
asmahhajiomar
Saya kagum dengan semangat Prof Asmah yang menampakkan sebati diri beliau dengan bidang kepakarannya hingga pada usia emas, beliau masih terus mengkaji, bertemu dengan kaum-kaum pribumi dan menyiasat bahasa mereka, serta hadir ke persidangan-persidangan antarabangsa untuk memperjuangkan dapatan beliau yang menyanggah teori arus perdana tentang asal usul bahasa Melayu. Beliau menyangkal teori Kern yang dibawa oleh Bellwood, teori Blust dan teori Dyen. Prof Asmah memberi komentar kepada teori yang dikemukakan Stephen Oppenheimer di dalam karya berimpak besarnya, Eden in the East: The Drowned Continent of Souteast Asia (2001) yang menjelaskan bahawa asal usul bangsa dan bahasa Melayu adalah daripada kawasan Kepulauan Melayu itu sendiri. Ia pada suatu ketika di zaman pra ais (pre-ice-age) adalah sebuah benua besar yang disebut sebagai Sundaland!

Kajian Oppenheimer selaras dengan dapatan beliau kerana kadar kepelbagaian di Semenanjung dan Sumatera jauh lebih tinggi berbanding di kawasan yang lebih jauh seperti di Taiwan (Formosa) dan Yunan.

Perjalanan saya di dalam seminar ini berterusan lagi bersama tokoh-tokoh lain yang begitu mencelikkan fikiran seperti Profesor Dato’ Dr. Mokhtar Saidin, Prof. Dato’ Seri Dr. Md. Salleh Yaapar, Prof. Dr. Zilfalil Alwi,  Prof. Madya Dr. Zafarina Zainuddin, Dr. Shaheerah Lebai Lutfi, Dr Darlina Md Naim, Prof Emeritus Dato’ Dr. Nik Hassan Shuhaimi Nik Abdul Rahman, Encik Ahmad Hakimi Khairuddin, Dr. Mohd Supian Sabtu, Dr. Khairul Bariah Ahmad Amin Noordin, Encik Mohd Asuad Mat Jelani, dan Cik Padillah Yahya.

Kesemuanya menggabungkan kajian masing-masing membabitkan bidang linguistik, bahasa, arkeologi, sejarah, sains genetik dan DNA, Artificial Intelligent, Numismatik, dan sebagainya.

Insha-Allah saya akan cuba menyambung catatan dalam artikel seterusnya, kerana seminar ini berkesudahan dengan beberapa rumusan besar yang menolak teori-teori arus perdana antarabangsa sedia ada.

HASRIZAL
Kubang Kerian, Kelantan